Jumat, 21 April 2017

Andai menjadi menteri pemberdayaan wanita dan perlindungan anak

Selamat hari kartini, selamat hari wanita cerdas dan kuat diseluruh rakyat indonesia, merdeka ! *semoga
Saya bangga loh menjadi wanita dijaman ini, saya rasa sudah kecil kemungkinan untuk adanya diskriminasi dan kurangnya akses bagi kaum wanita, mungkin kalimat ini ditujukan untuk kaum menengah ke atas yang hidup dikota besar, lalu bagaimana nasib wanita ditempat lainnya ? Saya harap semoga hidupnya semakin sejahtera, amin.

Saya mendapatkan tema ini jadi teringat dulu waktu masih aktif dan mencoba ikutan grup dan beberapa, lal lsm mengenai pemberdayaan dan lainnya. Jujur saya sangat terinspirasi oleh beberapa rekan yang ada, saya takjud dengan semangat juang mereka dan kreatifitas ide mereka, masih ada loh manusia seperti mereka yang mau saja berkecimpung ditengah masyarakat dengan memberikan sumbangsih ilmu dan tenaga lewat dedikasi tanpa bayaran dan embel-embel apapun, hebat !

Lalu saya sempat berpikir, apa gunanya ? Apakah hanya tempat menyalurkan hobi dan menghabiskan waktu agar bermanfaat, apakah ingin membuat dirinya bermanfaat bagi orang banyak dan memberi tes kepada diri sendiri sejauh apa mereka mampu, apakah untuk portofolio dan rasa self esteem mereka ?

Kemudian saya pun bertanya kepada beberapa rekan yang ada, mau sampai kapan begini ? Terus kelanjutannya bagaimana ? Apa tidak ada keinginan untuk terjun dalam bidang yang lebih besar, misalkan organisasi masyarakat yang sudah punya nama - partai besar - atau terjun ke dunia politik ?

Jawaban mereka sempat membuat saya berpikir, banyak kok mereka yang dulunya aktif di perhimpunan mahasiswa dan masuarakat, aktif ikut organisasi dan lainnya. Lalu mencoba keberuntungan dan melebarkan sayapnya dengan ikut lingkungan besar agar mendapat dampak yang luas, pemikiran utama pasti ada yang idealis atau bersikap konsumtif (iya, sikap yang aji mumpung menurutku, dimana yang penting ada kekuasaan, uang dan networking semua menjadi mudah), lalu kini nasibnya bagaimana ? Kebanyakan mereka lupa jati diri, gelap mata dan hati, lalu timbul pepatah : kacang lupa sama kulitnya. Beberapa rekan takut hal itu terjadi.

Saya mewakili mereka dan kaum muda Indonesia, sudah cukup muak melihat pemberitaan ataun keadaan perpolitikan dan sosial di Indonesia. Kami ingin bersuara, berekpresi dan memberikan sumbangsih ilmu tenaga dan lainnya bagi masyarakat dan negeri, namun apakah diterima tempat dan dihargai ? Jika sudah, apakah hal tersebut berlangsung temporary, sejujurnya kami takut contoh pendahulu.... *to be continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar